BUDAYA

Sejarah Tugu Meriam Daik Lingga, Simbol Semangat Gotong Royong

Administrator
Istimewa
Tugu Meriam Daik, Kabupaten Lingga masih berdiri kokoh hingga saat ini

Lingga, Gardannews.com - Tugu Meriam Daik merupakan manifestasi semangat gotong royong (Goro) pemuda Daik saat itu, salah satu budaya yang sangat melekat kuat pada masyarakat Kecamatan Lingga sebelum Kabupaten Lingga terbentuk, budaya gotong royong merupakan modal utama dalam membangun Kecamatan Lingga.


Muhammad Ishak, sosok yang diamanatkan menjadi Camat Lingga saat itu, yang dilantik Bupati Kabupaten Kepulauan Riau, Huzrin Hood pada tahun 2001 menceritakan berbagai pembangunan di Daik yang ketika itu masih berstatus Kecamatan Daik, terutama terkait pembangunan Tugu Meriam atau sebagian masyarakat menyebutnya Tugu Daik.


Banyak sekali pembangunan yang saat itu diawali dengan bermodalkan gotong royong masyarakat, seperti pembangunan jalan Engku Aman Kelang, Lapangan Sultan Mahmud Riayat Syah, jalan Menuju Mala Desa Mepar, jalan Panggak Laut Nerekeh, Tugu Meriam dan yang lainnya.


“Khusus untuk Tugu Meriam, goronya betul-betul dilakukan oleh para pemuda Daik yang saat itu dimotori oleh Khairul Basar atau lebih dikenal dangan panggilan Long Li dan Ramlan Hitam Nuh atau biasa dipanggil Alang Lan. pembangunannya yang dimulai pada tanggal 8 Mei 2001. semua materialnya didapat dari sumbangan masyarakat, ada yang membantu dalam bentuk uang dan ada juga berbentuk barang,” kata M. Ishak pada, Jumat (29/7/2022).


Ishak menjelaskan, pembangunan Tugu Meriam atau ada juga yang menyebut dengan Tugu Daik, diawali oleh pemikiran dan diskusi dirinya selaku Camat Lingga dengan para pemuda Daik, bahwa di Daik ini belum ada satupun tugu yang dibangun di atas jalan, sehingga dirasa perlu untuk dibangun tugu di salah satu jalan di Daik.


Untuk membangun tugu tersebut, tentu perlu mencari icon yang sekiranya dapat melambangkan ciri khas Kota Daik Lingga, yang merupakan kota bersejarah, pertemuan informal dengan para pemuda Daik dilakukan terus menerus dibeberapa tempat.


“Tempatnya kalau tidak diwarung almarhum Pak Andak Mamud, kadang diwarung Pak Yusman. Salah satu ciri khas Daik adalah banyaknya dijumpai Meriam diberbagai tempat seperti di Bukit Cening, Kuala Daik, depan Mess Kecamatan, sekitar Lapangan Hangtuah, Mepar dan juga ditempat lainnya,” cerita Ishak.


Ishak melanjutkan, sehingga diputuskan dengan para pemuda perlunya meletakkan salah satu meriam di atas tugu tersebut. Untuk mewujudkannya dicarikan meriam yang ukurannya kecil, meriam yang diletakkan diatas tugu tersebut semulanya berada di depan Masjid Jami’ Sultan Lingga.


“Untuk memindahkan meriam yang semula berada di depan masjid Jami’ Sultan Lingga ke atas tugu terlebih dahulu diadakan pertemuan dengan pengurus masjid,” kata Ishak.


Rapat dengan para pemuda terus diintensifkan dan terus berlanjut guna menentukan dimana Tugu Meriam tersebut harus dibangun, sehingga diputuskan pembangunannya di jalan depan Kantor Camat Lingga (dulu jalan Merdeka), sekarang di pertemuan jalan Datok Laksemana dan jalan Masjid Sultan Lingga.


Selain di lokasi tersebut merupakan pusat kecamatan, juga berguna untuk mengatur lalu lintas kendaraan, terutama kendaraan roda dua (waktu itu motor dan sepeda).


Setelah tugu tersebut dibangun dan meriam telah diletakan diatasnya, guna mempercantik letak meriam tersebut, oleh Long Li, Alang Lan dan para pemuda ingin menambahkan roda pada meriam tersebut, sehingga meriam tersebut seolah-olah dilengkapi dengan roda.


“Itu bukan roda sebenarnya, karena roda tersebut merupakan tangkai pemutar mesin penggiling getah (karet), yang diambil dari salah satu mesin penggiling getah yang terletak di bawah bekas rumah orang tua saya di kampung Pengkalan Rokam,” terang Ishak.


Sementara pagar yang mengelilingi tugu tersebut, ungkap Ishak, awalnya berbentuk pagar terbuat seperti bahan keramik yang dipesan melalui kapal yang ke Jambi. Sementara rantai besinya yang dipasang diantara pagar merupakan sumbangan dari Tikui salah satu pengusaha Tionghoa.


Tak selesai sampai disitu, ungkap Ishak, setelah semuanya dibangun, timbul lagi pemikiran agar kata DAIK perlu dicantumkan ditugu tersebut, sebagai spirit pembangunan mereka para pemuda meminta masukan pada dirinya yang saat itu menjabat sebagai Camat Lingga.


“Saya coba mengorat-arit mencari singkatan yang pas dari kata DAIK. Setelah digonta ganti, akhirnya disepakatilah kata Daik itu, singkatan dari Dedikasi, Agamis, Ilmu dan Karya sehingga singkatan itulah yang ditulis di Tugu Meriam itu,” kata Ishak.


Lebih jauh Ishak bercerita, setelah tugu itu tegak berdiri, terbesit dipikiran kekhawatiran terjadinya kecelakaan yang diakibatkan dari tugu tersebut yang letaknya berada di tengah jalan, untuk antisipasi hal-hal yang dikhawatirkan tersebut dilakukanlah sosialiasasi pada pengendara yang melewati tugu tersebut.


“Setelah pembangunan tugunya selesai, timbul pula kekhawatiran kami semua, takut terjadi kecelakaan, sehingga dirasa perlu mengatur lalu lintas disekitar jalan dekat tugu atau semacam sosialisasi ke masyarakat,” tutur Ishak.


Walaupun, kata Ishak, kendaraan waktu itu mobil baru ada (mobil dinas Camat dan mobil Pak Nadi) dan beberapa buah lori serta kendaraan roda dua yang jumlahnya baru beberapa unit saja dan sepeda.


“Lebih kurang satu minggu saya bersama beberapa pegawai Kantor Camat dan Satpol PP berdiri tegak disekitar tugu untuk memberikan informasi ke masyarakat yang lalu lalang agar mematuhi dan mengikuti rambu yang telah dibuat. Jika sudah penat berdiri terkadang kami duduk di warung almarhum Andak Mamud, sambil menghirup kopi atau minum es gunung di warung Pak Yusman,” ujar Ishak.


”Alhamdulillah, tugu tersebut masih tetap eksis dan menjadi satu-satunya yang dibangun di jalan Kota Daik, barangkali banyak yang belum tahu tentang asal usul kenapa dan siapa yang berperan membangun meriam tersebut. Selain sebagai bukti fisik yang juga merupakan semangat pemuda Daik masa lalu, mudah-mudahan nilai-nilai yang terkandung didalam pembangunan Tugu Meriam tersebut tetap terus menjadi spirit membagun Kota Daik Lingga khususnya dan Kabupaten Lingga umumnya,” tutup M. Ishak.


Diketahui, sosok Muhammad Ishak merupakan mantan Camat Daik, yang mana pada tahun 2001-2004, ia dilantik oleh Bupati Kepulauan Riau, Huzrin Hood sebagai Camat Daik.


Kabupaten Lingga merupakan pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau, sekaligus bekas wilayah eks kawadenan Lingga yang dibentuk menjadi sebuah kabupaten sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dengan Daik sebagai ibu kotanya.


Setelah Kabupaten Lingga terbentuk, sekitar bulan April tahun 2004, Muhammad Ishak kembali dilantik oleh Daria (Bupati Lingga saat itu), hingga akhir tahun 2004, berikutnya pada awal tahun 2005 Muhammad Ishak dilantik sebagai Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU) di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) sekaligus sebagai Plt Kepala Dinas Disparbud.

Penulis: Tim

Editor: M. Saimi Arrahman Rambe

Tag:kabupaten linggakepriTugu Meriam Daik

Berita Terkait

Situs ini menggunakan cookies.